Hujan deras masih membasahi bandara Hasanudin, terdengar pengumuman bahwa aku harus boarding pass. Perjalananku dari Makasar ke Surabaya dalam rangka lonely traveling routine.. ini adalah salah satu schedule yang ada dalam hidupku. Sound is weir… setiap orang punya waktu untuk dirinya sendiri.
Aku duduk di bangku 7A dekat jendela pada salah satu maskapai penerbangan nasional ini, disebelah kiriku, ada seorang pria setengah baya, dan disebelahnya lagi seorang wanita dengan bayinya. , kulihat awan hitam mengumpal, terkadang pesawat bergoyang ketika menabrak awan. Terlihat kilatan petir menyambar. Semoga aku baik-baik saja do’aku.
Sekitar penerbangan 1 jam, pesawat belum mendarat, aku tahu saat itu pesawat di atas kota Surabaya , terlihat pulau Madura di kejauhan, serta jembatan Suramadu. Aku curiga, pesawat tidak landing tepat waktu, mungkin ada sesuatu masalah. Tiba-tiba pesawat naik lagi, lebih tinggi dan berputar-putar di atas kota Surabaya . Mungkin karena cuaca buruk.
Terdengar pengumuman dari pramugari, bahwa penumpang diharuskan duduk ditempatnya masing-masing dan memasang sabuk pengaman. Aku berdo’a semoga pesawat mendarat dengan selamat.
Tiba-tiba lampu padam sebentar dan menyala lagi, pesawat berguncang hebat, penumpang berteriak, anak-anak menangis, kalimat Allahuakbar terdengar, aku terdiam dan berdo’a dalam hati, kalo memang ajalku tiba, aku rela… do’aku. Masker oksigen keluar dari atas, penumpag berebut mengunakannya. Aku bersyukur… aku telah membaca petunjuk evakuasi pada buku panduan di depan tempat dudukku, aku pasti melakukan ini walaupun aku sering naik pesawat. Bahkan aku selalu memperhatikan pramugari ketika dia memperagakan bagaimana menggunakan life vest. Bahkan aku hampir menghapal apa saja yang pramugari katakan dan aba-abanya. Aku melihat pintu darurat, telah kuplaningkan dalam otakku, apa yang harus aku lakukan jika terjadi hal yang buruk.
Aku juga masih ingat teori dan praktek HUET (Helicopter Under Escape Training), serta Sea Survival Training. Aku yakin aku akan mampu melewati ini. Kecuali pesawatnya meledak di udara atau impact. Teory hipnoterapi langsung ku terapkan, ” saya tenang sehat rilex” beberapa kali kalimat itu aku ucapkan. Dan berhasil, aku menjadi tenang.
Penumpang berebutan mencari life vest. Karena gugup & panik tidak menemukan life vest, Ibu yang duduk 2 bangku di sebalah kiriku mengambil life vest bapak yang diseblah kiri dudukku. Bapak Ibu itu saling tarik-tarikan memperebutkan life vest, sementara bayi dalam gendongannya menangis tak henti semakin membuat ibu itu panik.
”pak... tolonglah... life vest ini buat saya... saya punya anak kecil pak.. ”
”bu..saya juga mau hidup... saya punya anak dan istri” balas bapak itu.
”bapak kan laki-laki... bisa menyelamatkan diri.. bapak gak kasian dengan bayi saya?” ratapnya
”saya juga punya anak bayi.. sekarang mereka sedang menunggu kedatanganku” balasnya
”tolonglah.. pak.. anakku masih bayi.... ”
aku mendengar pembicaraan meraka. Pesawat oleng ke kiri, dan jeritan penumpang semakin kuat. Aku membayangkan film-film hollywood tentang acident pesawat, atau pesawat yang pernah jatuh.. mungkin keadannya mereka sebelum acident seperti ini. Sangat mencekam.
”ibu.. life vest ibu ada di bawah bangku.. coba dicari lagi” kataku
“aku tidak menemukannya... “ katanya sambil menangis
”life vest kamu buat ibu itu saja” kata bapak disebelahku
”pak.. semua orang di pesawat ini mendapatkan life vest, bapak tolong bantu ibu ini untuk mencari life vest” kataku
”sudah.. pinjam punya kamu saja.. kamukan masih muda.. belum ada tanggungan apa-apa seperti kami”
aku terdiam... apakah berarti aku belum menikah tidak penting di dunia ini? Apakah hanya orang-orang yang memiliki bayi, memiliki suami atau istri dan anak yang berhak hidup? Apakah aku tidak punya alasan untuk hidup? Apakah nyawaku diprioritaskan ke sekian dibawah orang orang yang telah menikah? Atau memiliki anak?
Aku memangil pramugari dengan menekan tobol di atas kepalaku. Kemudian pramugari datang dan aku minta tolong untuk mencarikan life vest untuk ibu itu. Akhirnya ibu itu mendapatkan life vestnya. Beberapa saat kemudian, keadaan membaik, dan kami selamat landing di bandara Juanda Surabaya.
Setiap orang punya alasan untuk hidup. Ibu itu punya alasan hidup demi bayinya. Bapak itu punya alasan hidup demi anak dan istrinya. Sementara aku? Apa yang aku pertahankan untuk suatu alasan bertahan hidup? Demi siapa dan demi apa aku hidup?
Semua alasan hidup demi orang yang kita cintai, mungkin aku pernah memiliki alasan itu... tapi sekarang? It has gonna away...
Hidup adalah pilihan, setiap pilihan ada alasannya, apakah alasan anda untuk bertahan hidup?
Dedicate to blank.... no name in my head...
Hari ini di Surabaya October 19, 2009
Hari ini di Surabaya October 19, 2009
loe dah kursus kepribadian, kursus kecantikan, satu yang loe lupa Sof... loe ga ikut kursus terbang coba loe ikut ga perlu takut naik pesawat kan :D
ReplyDelete